Meningkatnya Angka Stunting di Indonesia: Bahaya yang Tersembunyi
Stunting, kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, menjadi momok yang menghantui Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023, persentase balita stunting di Indonesia mencapai 21,6%, meningkat signifikan dari 17,7% pada 2019. Angka yang mengkhawatirkan ini menjadi sinyal bahaya bagi masa depan generasi bangsa.
Dampak jangka pendek stunting sangat nyata. Anak yang stunting berisiko mengalami gangguan kognitif, perkembangan motorik terlambat, dan rentan terhadap penyakit. Dampak jangka panjangnya juga tidak kalah mengerikan. Anak stunting berpotensi memiliki produktivitas kerja yang lebih rendah, kesehatan yang buruk, hingga penyakit kronis di masa depan. Jika tidak segera ditangani, stunting akan menghambat perkembangan sumber daya manusia dan menghambat kemajuan Indonesia.
Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka stunting di Indonesia. Kemiskinan, kurangnya akses terhadap makanan bernutrisi, dan rendahnya tingkat pendidikan menjadi faktor utama. Selain itu, praktik pemberian makan yang tidak tepat, seperti pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau eksklusif susu formula, juga menjadi pemicu stunting.
Pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini. Intervensi nutrisi selama 1.000 hari pertama kehidupan, dari kehamilan hingga usia dua tahun, sangat penting. Program pemberian makanan tambahan, edukasi nutrisi untuk ibu hamil dan menyusui, serta akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak harus menjadi prioritas. Dengan mengutamakan kesehatan anak-anak Indonesia, kita dapat membangun generasi yang sehat dan kuat untuk masa depan yang lebih baik.